Cinta buat sahabat

                       By : febbyana

“Kita putus!” kata wanita itu setelah menampar pipi Gio dengan keras. Wanita itu wanita kelima yang menampar pipi Gio. 

Adegan itu sudah sering sekali terlihat didepan mataku. Gio adalah sahabatku. Hobinya bergonta-ganti pasangan. Salah satu cara untuk memilih pasangan terbaik adalah dengan memiliki pengalaman yang banyak begitu yang dikatakannya padaku. 
Aku pernah mengingatkannya mengenai karma yang mungkin terjadi padanya karena sering menyakiti beberapa wanita.
“Nanti kamu kualat lho, kalau sering nyakitin pacarmu” kataku pada suatu hari
“Habis gimana ya, ngga ada yang ngga mau sama aku” kata Gio
“Pede banget sih kamu” kataku pada Gio

Gio memang seperti magnet bagi wanita, ia punya kemampuan untuk membuat wanita manapun jatuh cinta kepadanya. Ia memang tak setampan Tom cruise, tak sekaya Mark Zuckerberg Pendiri facebook itu. Ia lelaki yang berbeda, meskipun ia bisa dibilang ‘bad boy’ ia memperlakukan wanita dengan gentle. Ditambah rayuan mautnya yang bisa membuat siapapun meleleh mendengarnya. Termasuk aku.

Ya, aku. Awalnya aku tak penah berharap lebih kepadanya. Aku dan dia sudah bersahabat selama 7 tahun. Aku sangat kenal dan tahu siapa dia. Aku sangat tahu tenang hobinya yang sering gonta ganti pasangan. Sampai ketika hari itu aku sakit. Hanya demam biasa yang dikarenakan cuaca ekstrim saat itu. Waktu itu aku sangat merasa pusing sekali. Mama dan papa sedang menghadiri acara keluarga diluar kota. Aku sendirian di rumah. Hujan yang deras melanda kotaku malam itu. Malam itu Gio mengirimiku pesan, ia menanyakan kenapa aku tidak terlihat hari ini. Aku hanya menjawab aku sakit.

Setengah jam kemudian, ketukan pintu terdengar di pintu rumahku. Aku membuka pintu itu dan melihat sosok laki-laki memakai jaket coklat berdiri didepanku. Jaketnya basah sekali karena terkena air hujan yang belum reda itu. Laki-laki itu adalah Gio. Aku kaget melihatnya muncul dihadapanku malam itu. Ia membawakan beberapa obat demam dan buah-buahan kesukaanku. Aku tak pernah memintanya untuk datang. Aku menceramahinya tentang kenapa dia harus datang malam itu dan tentang kebiasaan buruknya tak pernah membawa jas hujan disaat seperti ini. 

“Ssst, kamu ngga perlu banyak bicara. Ini kubawakan obat buat kamu diminum sama perbanyak makan buah-buahan supaya kamu sehat. Aku ngga tenang kalau kamu sakit”katanya.
Ia sangat berbeda malam itu. Gio yang selalu bercanda padaku. Gio yang tak pernah terlihat seserius itu. Setelah ia mendatangiku malam itu, ia terlihat sakit. Aku menanyakan keadaannya, ia selalu mengatakan dia baik-baik saja. Setelah kejadian itu, baru kutahu ada sesuatu yang berbeda yang ada diantara kami. Ia selalu perhatian padaku lebih dari perhatiannya kepada pacar-pacarnya.

Seperti suatu malam, ketika hujan deras turun lagi membasahi seluruh pelataran depan kantorku. Gio menanyakan dimana keberadaanku. Aku menjawab kalau aku terjebak hujan jadi aku masih menunggu hujan reda di kantorku. Setelah itu beberapa menit kemudian ia menelponku lagi. Ia mengatakan kalau ia sudah ada didepan kantorku. Kulihat ia membawa jas hujan untukku. 

“Aku kan ngga pernah meminta kamu datang”kataku padanya malam itu
“Aku sudah terlanjur datang ngga bisa balik lagi hehe” katanya padaku

Malam itu yang kutahu, Gio saat itu mau ngedate bareng gebetannya. Tetapi ia malah menghampiriku Cuma buat nganterin jas hujan buatku. Kulihat Gio diseberang sana sedang berbicara ke gebetannya melancarkan alasan dan rayuan supaya gebetannya tidak marah. 

Bagiku seluruh perhatian dan tindakan yang dia lakukan untukku itu lebih dari perhatian seorang sahabat. Aku tahu itu, tetapi aku tak pernah bisa mengatakannya. Aku menunggunya, menunggu kata itu muncul dari bibirnya. Meskipun ia masih punya beberapa pacar, ia tak pernah menyukai mereka. 

Matanya yang mengatakan itu, aku sudah mengenalnya bertahun-tahun lalu. Aku tak pernah salah. Aku tak pernah berani menanyakan itu kepadanya, karena hal itu akan membuat kita canggung. Aku hanya menunggu sampai suatu saat semua itu menjadi jelas. Sejelas langit yang cerha sore itu.

Sore itu, aku menunggu seseorang di bandara kotaku. Aku tak sabar untuk bertemu dengannyya. Seorang wanita berambut pendek muncul dihadapanku. Kami berpelukan erat melepaskan seluruh rindu yang selama ini membelenggu. 

Namanya citra, salah satu sahabat terbaikku. Dia sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri. Kami sudah dekat sebagai sahabat sejak SMA. Kami bersahabat karena kami klik. Ia juga wanita yang sangat pemberani. Aku masih ingat kejadian yang terjadi siang itu, sehabis aku putus dari gilang, pacar pertamaku. Aku curhat dengan citra. Aku memutuskan hubunganku dengannya karena dia menyelingkuhiku. Bagiku yang saat itu pertama kali jatuh cinta dan kepada orang yang salah tentu sangat menyakiti perasaanku.

Tanpa kutahu, besoknya saat kami dikantin. Citra tiba-tiba saja menumpahkan isi gelas yang ada didepan gilang kepadanya. “Itu karena kamu udah nyakitin sahabatku” kata citra dengan ekspresi marahnya. 

Gilang tak diam begitu saja, hampir saja dia mau memukul citra. Untung saja kutarik sahabatku menjauh darinya. 
“Kamu ngapain sih ngelakuin itu?”tanyaku pada citra. 

“Aku ngga akan diam melihat sahabatku disakiti cowok brengsek”kata citra. Citra sahabatku yang sangat baik dan sering menjadi tempat curhatanku.

Setelah lulus SMA, Ia memutuskan melanjutkan studinya ke luar negeri. Awalnya kita pengen satu kampus. Tapi karena orangtuanya menginginkan agar dia kuliah di luar negeri, akhirnya kita berpisah. Aku masih suka berbagi cerita dengannya mengirim pesan lewat whatsapp.

Aku juga bercerita tentang perasaanku pada Gio dan perhatian Gio padaku. “Kamu harus ngomong ke dia, Rana. Kalau kamu ngga bilang ke dia, kamu ngga akan pernah tahu perasaannya. Walaupun kamu tahu dia mencintaimu, semua itu butuh konfirmasi”

“Semua pasti ada waktunya, eh ngomong-ngomong ceritain dong tentang cowok yang katanya bisa bikin kamu jatuh cinta.” Kataku mengalihkan perhatian, aku tidak mau membahas lebih jauh mengenai gio saat ini.

Citra tidak pernah menceritakan tentang cowok yang dia suka kepadaku. Bukan karena dia tidak terbuka kepadaku, tetapi karena dulu ia hanya mau fokus ke studinya. Ia juga tidak terlalu tertarik untuk memulai hubungan baru dengan seseorang. 

Namun saat ini, ia terlihat begitu bahagia sekali. Ia menceritakan ia bertemu laki-laki itu dibandara tadi. Saat ia terburu-terburu ia tak menyadari kalau dompetnya diambil oleh salah satu orang yang berada dibelakangnya. Tiba-tiba seorang pria memarahi lelaki yang mengambil dompet citra tadi. Setelah menyadari hal itu citra berterimakasih kepada pria itu dan memilih memaafkan lelaki yang mengambil dompetnya tadi. Ia kemudian mengobrol bersama pria tadi sambil berjalan keluar dari bandara. Sampai kemudian ia berpisah dengan pria manis itu.

“Apa yang bikin kamu jatuh cinta sama dia sih? Aku jadi penasaran siapa orang yang udah bikin kamu jatuh cinta itu” kataku 
“Pokonya dia itu boyfriend material banget bagiku. Baru sebentar ketemu aku udah ngerasa nyaman sama dia.”
“Kamu udah punya nomor handphone sama dia?”
“Itulah bodohnya aku, karena saking keasyikan ngobrol sama dia aku lupa nanya nama dia apalagi nomor handphonenya.”
“Ya, nanti kalau orang itu jodoh kamu. Kamu bakal ketemu sama dia lagi kok”kataku

Ucapanku itu terkabul ketika suatu sore aku dan citra sedang berada di sebuah distro. Aku yang saat itu sedang melihat beberapa baju dan aksessoris kemudian menoleh ke arah citra setelah ia memanggilku dengan menggebu-gebu lalu menunjuk ke arah seseorang yang bisa kami lihat diluar kaca distro.

“Itu cowok yang kemarin yang aku temui dibandara” kata citra menunjuk seorang pria yang memakai jaket berwarna coklat yang kemudian pergi berlalu mengemudikan motornya. Tiba-tiba dadaku menjadi sesak. Entah kenapa, aku menjadi sesak. 
“Aku kenal dia”kataku pada citra
“Kamu kenal dia? Dia temanmu ?” tanya citra kaget karena aku mengenal sosok yang ditunjuknya tadi. 
“Namanya Gio. Dia temanku di kampus. Kamu menyukainya?”tanyaku pada citra

Ya, lelaki yang dimaksud citra tidak lain tidak bukan adalah Gio. Gio, lelaki yang juga kuceritakan pada citra. Namun setiap aku bercerita pada citra, aku tak pernah sekalipun menyebut nama Gio makanya dia tak pernah tahu siapa sebenarnya orang yang kucintai.

“Kamu bisa membantuku mengenalnya, rana? Aku kali ini benar-benar jatuh cinta dengan cowok itu” kata citra
Aku menatap mata sahabatku, Ia tak pernah sesemangat ini sebahagia ini sebelumnya. Aku sangat tahu kali ini ia benar-benar jatuh cinta. Aku memberitahu citra aku akan mengenalkannya dengan Gio pada kesempatan lainnya.

Setelah pertemuan dengan Citra siang itu, Aku merenung dan berfikir dunia sangat lucu, fikirku. Aku dan citra punya hobi yang sama yaitu berbelanja. Kami punya banyak kesamaan yang membuat kita menjadi sahabat. Sampai kami menyukai orang yang sama. Bedanya dia tidak tahu kalau aku menyukai orang yang sama yang disukainya. Semoga ia tidak pernah tahu.

Mana yang harus kupilih perasaanku atau persahabatanku?. Aku ingin menjadi sosok orang yang egois yang memilih perasaanku yang lebih jujur lebih tulus dari siapapun. Tapi aku tak pernah setega itu mematahkan hati seseorang apalagi kalau orang itu adalah sahabatku sendiri.

Keputusanku sudah bulat. Aku akan mengikhlaskan Gio mengenalkan Citra dengan menyingkirkan perasaanku sendiri. Sore itu aku mengajak Gio untuk bertemu, tentu dia tak pernah keberatan bertemu denganku seperti biasanya ia menemuiku. Satu hal yang berbeda dari pertemuan sore itu bukan antara aku dan gio, tetapi misiku mengenalkan Citra pada Gio. Setelah 30 menit kita menunggu. Gio memasuki kafe itu dan menyapaku dan citra.

“Loh kamu kan yang ada di bandara waktu itu” kata Gio pada Citra dengan sikap yang manis
“Iya, aku temennya Rana”
“Wah dunia memang sempit ya. Oh ya aku belum mengenalkan namaku padamu waktu itu. namaku Gio” 
“Namaku Citra, senang bertemu dengan kamu lagi” kata Citra dengan wajah bahagia

Setelah itu, percakapan mengalir diantara kami bertiga. Citra dan Gio menceritakan tentang kejadian waktu mereka bertemu. Citra bisa cepat akrab dengan Gio. Aku tahu itu, karena Gio seperti magnet bagi wanita. Ia sangat mudah jika hanya harus membuat wanita nyaman didekatnya.

Setelah Citra pergi, tinggal aku dan Gio yang bertahan di kafe itu. Citra bilang ia harus pergi karena harus ketemu kliennya satu jam lagi. Setelah tinggal kami berdua aku membuka percakapan dengan Gio.
“Menurutmu bagaimana dia?”
“Maksudnya?” Gio berbalik bertanya kepadaku
“Dia itu sahabatku, aku sudah kenal sama dia lama. Aku rasa dia cocok sama kamu” kataku
“Dia suka sama aku?” 
“Kamu tahu itu?”tanyaku
“Aku sudah berpengalaman ketemu banyak wanita di dunia ini, dari tatapannya aku bisa tahu dia menyukaiku.”
“Jadi kamu juga menyukainya?”
“Aku tahu dia mulai menyukaiku, tetapi aku menyukai orang lain. Kali ini benar-benar serius”
“Siapa?” tanyaku penasaran
“ Orang itu orang yang saat ini sedang berbicara denganku”

Deg
Aku kaget setengah mati mendengar pernyataannya. Aku tahu dia menyukaiku tapi aku tak pernah menyangka dia akan mengungkapkannya secepat itu.

“Aku ?”tanyaku memastikan
“Iya, kamu Rana” kata gio menatapku lurus
“Tapi aku ngga pernah memiliki perasaan lebih dari sahabat buat kamu Gi” kataku menyembunyikan perasaanku

“Bohong, aku sudah mengenal banyak wanita. Apalagi kamu yang kukenal bertahun-tahun lalu. Aku mengenalmu, kamu punya perasaan yang sama denganku Rana”

“Aku tak pernah menganggapmu lebih dari sahabat. Aku tahu kamu punya banyak pacar. Tapi aku tak pernah sekalipun cemburu soal itu. Darimana kamu bisa menyimpulkan aku menyukaimu?” tanyaku dengan tegas

“Karena kamu tahu aku ngga pernah mencintai mereka. Kamu tahu semua perhatianku tertujunya ke siapa. Kurang jelaskah itu? Katakan Rana apa yang ada di hati kamu. Kamu ngga pernah berbohong ke aku sebelumnya.”
“ Ngga, Aku ngga pernah mencintaimu. Kalau kamu sudah bertemu seseorang yang sudah jelas mencintaimu seperti Citra. Kenapa kamu harus bertanya ke aku yang belum jelas mencintaimu. Maaf, aku rasa obrolan kita sampai disini saja”kataku pada Gio. 

Aku pun berlalu meninggalkan kafe itu. Rasanya sakit sekali menyembunyikan semua itu. Disaat dia mulai jujur tentang perasaannya dan disaat itu pula aku mati-matian menyembunyikan rasa itu. 

Semenjak kejadian itu, aku agak menjauhi Gio. Aku berusaha menghindarinya. Aku tidak ingin semakin merasakan sakit di hatiku. Sore itu, Gio mendatangi rumahku. Mama menanyakan kenapa Gio jarang mampir ke rumahku dan dijawabnya karena kesibukan. Setelah mama memanggilku, aku tak mungkin lagi bisa menghindarinya.

“Kenapa kamu menjauhiku, Rana. Kalau kamu ngga mau menerima perasaanku aku ngga apa-apa. Tapi jangan menjauhiku tanpa alasan dong. Kita tetap berteman kan?” 

Aku melihat tatap matanya kala itu. Tatapan mata rindu dan sendu karena beberapa hari ini tak menemuiku. Aku menerima itu, menerima kita tetap menjadi sahabat. Aku hanya memintanya tak perlu membahas semua yang terjadi di kafe itu. Ia pun setuju. 

Aku merasa bahagia meski tak bisa memilikinya. Sampai pada hari ini, sebuah undangan berwarna hitam dengan huruf yang diberi warna Gold dan dihiasi pernak-pernik itu kuterima. Undangan itu dari Gio dan Citra. Setelah setahun lalu mereka menjadi pasangan, Mereka mantap melanjutkannya ke jenjang pernikahan.
Setelah mencoba berdamai dengan perasaanku, aku menerima semua itu. Menerima bahwa cinta yang kupunya untuk sahabatku, kuberikan buat sahabatku juga.

Comments

Popular posts from this blog

Hal yang harus kamu ketahui dan perhatikan sebelum Investasi di aplikasi bibit

Cara menghasilkan uang dari internet di tahun 2020